CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 27 Februari 2009

ILMU TASAWUF

BAB I
PENDAHULUAN
TASAWUF
A.ABSTRAK
Islam merupakan agama yang menghendaki kebersihan lahiriah sekaligus batiniah. Hal ini tampak misalnya melalui keterkaitan erat antara niat (aspek esoterik) dengan beragam praktek peribadatan seperti wudhu, shalat dan ritual lainnya (aspek eksoterik).
Tasawuf merupakan salah satu bidang kajian studi Islam yang memusatkan perhatiannya pada upaya pembersihan aspek batiniah manusia yang dapat menghidupkan kegairahan akhlak yang mulia. Jadi sebagai ilmu sejak awal tasawuf memang tidak bisa dilepaskan dari tazkiyah al-nafs (penjernihan jiwa). Upaya inilah yang kemudian diteorisasikan dalam tahapan-tahapan pengendalian diri dan disiplin-disiplin tertentu dari satu tahap ke tahap berikutnya sehingga sampai pada suatu tingkatan (maqam) spiritualitas yang diistilahkan oleh kalangan sufi sebagai syuhud (persaksian), wajd (perjumpaan), atau fana’ (peniadaan diri). Dengan hati yang jernih, menurut perspektif sufistik seseorang dipercaya akan dapat mengikhlaskan amal peribadatannya dan memelihara perilaku hidupnya karena mampu merasakan kedekatan dengan Allah yang senantiasa mengawasi setiap langkah perbuatannya. Jadi pada intinya, pengertian tasawuf merujuk pada dua hal: (1) penyucian jiwa (tazkiyatun-nafs) dan (2) pendekatan diri (muraqabah) kepada Allah.
Secara harfiah terdapat beberapa penafsiran tentang arti istilah sufi. Di antara penafsiran itu antara lain menyebutkan bahwa kata sufi bermula dari kata safa (suci hati dan perbuatan), saff (barisan terdepan di hadapan Tuhan), suffah (menyamai sifat para sahabat yang menghuni serambi masjid nabawi di masa kenabian), saufanah (sejenis buah/buahan yang tumbuh di padang pasir), safwah (yang terpilih atau terbaik), dan bani sufah (kabilah badui yang tinggal dekat Ka’bah di masa jahiliyah). Menurut Imam Qushaeri, keenam pendapat tersebut di atas jauh dari analogi bahasa kata sufi. Sedangkan yang lebih sesuai adalah berasal dari kata suf

(bulu domba). Hal ini dinisbahkan kepada kebiasaan para sufi klasik yang memakai pakaian dari bulu domba kasar sebagai simbol kerendahan hati. Dalam kaidah ilmu sharaf, tasawwafa berarti memakai baju wol, sejajar dengan taqam masa yang berarti memakai kemeja.
Adapun masalah yang dapat kita ungkapkan dalam pembahasan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Apa itu tasawuf ?
b. Apa yang mendorong muncul tasawuf ?
c. Apa fungsi ilmu Tasawuf ?
d. Apa itu Ma’rifah dan bagaimana kedudukan Ma’rifah ?
e. Apa itu Mahabbah dan bagaimana kedudukan Mahabbah ?
f. Apa itu fana dan Baqa ?
g. Bagaimana kedudukan Fana dan Baqa ?
h. Apa itu Ittihad dan Hulul ?
i. Bagiamana kedudukan Hulul ?
j. Apa itu Wahdatul Wujud dan tujuan Wahdatul Wujud ?
k. Apa itu Insan Kamil dan Tareqat ?









BAB II
PEMBAHASAN
TASAWUF
A. PENGERTIAN TASAWUF

Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan. Ibn al-Khaldun pernah menyatakan bahwa tasawuf para sahabat bukanlah pola ketasawufan yang menghendaki kasyf al-hijab (penyingkapan tabir antara Tuhan dengan makhluk) atau hal-hal sejenisnya yang diburu oleh para sufi di masa belakangan. Corak sufisme yang mereka tunjukkan adalah ittiba’ dan iqtida’ (kesetiaan meneladani) perilaku hidup Nabi. Islam sekalipun mengajarkan tentang ketakwaan, qana’ah, keutamaan akhlak dan juga keadilan, tetapi sama sekali tidak pernah mengajarkan hidup kerahiban, pertapaan atau uzlah sebagaimana akrab dalam tradisi mistisisme agama-agama lainnya.
Ada berbagai pengertian mengenai tasawuf diantaranya yaitu:
a. Secara Etimologi (Bahasa)
1. Berasal dari kata Ahl Al-Shuffah Yaitu sebutan bagi orang - orang yang pada zaman Rasulullah SAW. hidup di sebuah gubuk yang dibangun oleh Rasulullah SAW. di sekitar Masjid Madinah , mereka ikut nabi saat hijrah dari Mekah ke Madinah. Karena hijrah dengan meninggalkan harta benda mereka, mereka hidup miskin dan papa, pada akhirnya mereka bertawakal (berserah diri) dan mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT. Mereka tinggal di sekitar masjid nabi dan tidur diatas bangku yang terbuat dari batu dan pelana yang disebut suffah sebagai bantalnya. Kata sofa dalam bahasa Eropa berasal dari kata suffah. Mereka Ahl Al - Suffah berhati dan berakhlak mulia walaupun miskin , itu merupakan sebagian dari sifat - sifat sifat kaum sufi.
2. Berasal dari kata Shafa’ ( suci bersih ) Yaitu sekelompok orang yang menyucikan hati dan jiwanya karena Allah. Sufi berarti orang - orang yang hati dan jiwanya suci bersih dan disinari cahaya hikmah, tauhid, dan kesatuan dengan Allah SWT.
3. Berasal dari kata shuf (pakaian dari bulu domba atau wol)
Mereka di sebut sufi karena memakai kain yang terbuat dari bulu domba. Pakaian yang terbuat dari bulu domba menjadi pakaian khas kaum sufi, bulu domba atau wol saat itu bukanlah wol lembut seperti sekarang melainkan wol yang sangat kasar, itulah lambang dari kesederhanaan pada saat itu. Berbeda dengan orang kaya saat itu yang memakai kain sutra. Mereka hidup sederhana dan miskin tetapi berhati mulia, saat awal suluk ( perjalanan menuju Allah dalam agama), mereka hidup sangat wara’ ( menjaga diri dari berbuat dosa dan maksiat ).
4. Berasal dari wazan “tafa”ala” dalam ilmu tashrif bahasa arab yaitu “tafa”ala - yatafa”alu - tafa ” ulan”, kata tasawuf berarti berasal dari mauzun “tashawwafa - yatashawwafu - tashawwufan”.
Menurut pengertian bahasa arab:
5. Tasawuf merupakan singkatan dari huruf ta` (taubah), shad (shafa`), wawu (wilayah) , fa` (fana`) yang nantinya akan dibahas pada babnya masing - masing.
b. Secara Teminologi
1) Menurut Al - Juroiri berpendapat tentang tasawuf: “Memasuki kedalam akhlak yang bersifat sunni dan keluar dari akhlak ( Budi Pekerti ) yang rendah.”
2) Menurut Al – Junaidi “Tasawuf membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk , berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat - sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekatti sifat - sifat kerohanian, dan bergantung pada ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada umat manusia, memegang janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikuti contoh rasulullah dalam hal syariat.
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang di-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Nasution, misalnya menyebutkan lima istilah yang ber-dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang nindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah ), saf (baris-sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan dengan wuf. Kata ahl al-suffah ( orang yang ikut pindah dengan Nabi Mekkah ke Madinah) misalnya menggambarkan keadaan yang rela mencurahkan jiwa raganya , harta benda dan lain - lainya hanya untuk Allah.
Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara cian diri , beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia. Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang membahas secara karakteristik sifat dan sikap manusia baik yang terpuji maupun yang tercela. Di sini terkandung maksud agar manusia mampu membersihkan hati dan jiwanya sebagai tujuan utama pengamalan ilmu tasawuf dan pintu gerbang memasuki alam shufiyah. Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi jiwanya dengan sifat - sifat yang mulia ber-taqarrub dan ber-musyahadah dengan Allah SWT.
Hukum mempelajari ilmu tasawuf, melihat peranannya bagi jiwa manusia, adalah wajib ‘ain bagi setiap mukallaf. Sebab apabila mempelajari semua hal yang akan memperbaiki dan memperbagus lahiriyah menjadi wajib , maka demikian juga halnya mempelajari semua ilmu yang akan memperbaiki dan memperbagus batiniyah manusia.
Karena fungsi ilmu tasawuf adalah untuk mensucikan batin agar dalam ber-musyahadah kepada Allah semakin kuat, maka kedudukan ilmu tasawuf diantara ajaran Islam merupakan induk dari semua ilmu. Hubungan tasawuf dengan aspek batin manusia, adalah seperti hubungan Fiqh dengan aspek lahiriyah manusia. Para ulama penegak pilar - pilar yang menjadi sandaran ilmu tasawuf telah menciptakan istilah - istilah untuk memudahkan jalan bagi mereka yang ingin menapak ilmu tasawuf yang sesuai dengan kedudukannya sebagai pembersih dan pensuci hati dan jiwa.
Adapun tasawuf yang berkembang pada masa berikutnya sebagai suatu aliran (mazhab) , maka sejauh hal itu tidak bertentangan dengan Islam dapat dikatakan positif ( ijabi ). Tetapi apabila telah keluar dari prinsip-prinsip keislaman maka tasawuf tersebut menjadi mazhab yang negatif (salbi). Tasawuf ijabi mempunyai dua corak: (1) tasawuf salafi, yakni yang membatasi diri pada dalil - dalil naqli atau atsar dengan menekankan pendekatan interpretas tekstual; (2) tasawuf sunni, yakni yang sudah memasukkan penalaran - penalaran rasional ke dalam konstruk pemahaman dan pengamalannya. Perbedaan mendasar antara tasawuf salafi dengan tasawuf sunni terletak pada takwil. Salafi menolak adanya takwil, sementara sunni menerima takwil rasional sejauh masih berada dalam kerangka syari’ah. Sedangkan tasawuf salbi atau disebut juga tasawuf falsafi adalah tasawuf yang telah ter- pengaruh secara jauh oleh faham gnostisisme Timur maupun Barat.
Lahirnya tasawuf didorong oleh beberapa faktor:
1. Reaksi atas kecenderungan hidup hedonis yang mengumbar syahwat
2. Perkembangan teologi yang cenderung mengedepankan rasio dan kering dari aspek moral-spiritual,
3. Katalisator yang sejuk dari realitas umat yang secara politis maupun teologis didominasi oleh nalar kekerasan. Karena itu sebagian ulama memilih menarik diri dari pergulatan kepentingan yang mengatasnamakan agama dengan praktek-praktek yang berlumuran darah. Menurut Hamka, kehidupan sufistik sebenarnya lahir bersama dengan lahirnya Islam itu sendiri.

Unsur-unsur masuknya tasawuf yaitu :

1. Unsur Islam

Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai (mahabbah) (Lihat QS. al-Maidah, 5: 54); perintah agar manusia senantiasa bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah (Lihat QS. Tahrim, 8), petunjuk bahwa manusia akan senantiasa bertemu dengan Tuhan di manapun mereka berada. (Lihat QS. al-Baqarah, 2:110), Tuhan dapat memberikan cahaya kepada orang yang dikehendakinya (Lihat QS. al-Nur, 35). Selanjutnya al-Qur’an mengingatkan manusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak oleh kehidupan dunia dan harta benda (Lihat QS. al-Hadid, al-Fathir, 5), dan senantiasa bersikap sabar dalam menjalani pendekatan diri kepada Allah SWT. (Lihat QS. Ali Imran, 3).

2. Unsur Luar Islam

Dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat sering dijumpai uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agama masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara akidah perlu kehati-hatian. Para orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk ke dalam tasawuf itu disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk Islam. Akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang Arab terpengaruh oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis mempengaruhi kehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak menjadi sufi itu bukan berasal dari mereka itu.
Dengan demikian adanya unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu merupakan masalah akademik bukan masalah akidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan sikap yang sangat kritis dan obyektif. Kita mengakui bahwa Islam sebagai agama universal yang dapat bersentuhan dengan berbagai lingkungan sosial. Dengan sangat selektif Islam bisa beresonansi dengan berbagai unsur ajaran sufistik yang terdapat dalam berbagai ajaran tersebut. Dalam hubungan ini maka Islam termasuk ajaran tasawufnya dapat bersentuhan atau memiliki kemiripan dengan ajaran tasawuf yang berasal dari luar Islam itu.
3. Unsur Masehi

Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman Jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf berasal dari agama Nasrani.

4. Unsur Yunani

Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat. Hal ini dapat dilihat dari pikiran al-Farabi’, al-Kindi, Ibn Sina terutama dalam uraian mereka tentang filsafat jiwa. Demikian juga pada uraian-uraian tasawuf dari Abu Yazid, al-Hallaj, Ibn Arabi, Suhrawardi dan lain-lain sebagainya.
5. Unsur Hindu/Budha

Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkamasil (perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Salah satu maqomat Sufiah al-Fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Goffiq Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara koh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi

6. Unsur Persia

Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohanj Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini. Namun barangkali ada persamaan antara istilah zuhd di Arab dengan zuhd menurut agama Manu Mazdaq dan hakikat Muhammad menyerupai paham (Tuhan kebaikan) dalam agama Zarathustra.

B. Munculnya Tasawuf

Menurut al-Dzahabi, istilah sufi mulai dikenal pada abad ke-2 Hijriyah, tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang dianggap memperkenalkan istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim al-Sufi atau akrab disebut juga Abu Hasyim al-Kufi. Tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul di dunia Islam pada awal abad ke-3 hijriyah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang masihi asal Persia. Tokoh ini mengembangkan pemikiran bahwa cinta (mahabbah) kepada Allah adalah sesuatu yang tidak diperoleh melalui belajar, melainkan karena faktor pemberian (mauhibah) dan keutamaan dari-Nya. Beberapa tokoh lainnya yang muncul pada periode ini adalah al-Suqti (w.253 H), al-Muhasibi (w. 243 H) dan Dzunnun al-Hasri (w. 245 H).

Tasawuf kemudian semakin berkembang dan meluas ke penjuru dunia Islam pada abad ke-4 H dengan sistem ajaran yang semakin mapan. Belakangan, al-Ghazali menegaskan tasawuf atau hubbullah (cinta kepada Allah) sebagai keilmuan yang memiliki kekhasan tersendiri di samping filsafat dan ilmu kalam. Pada abad ke-4 dan ke-5 hijriyah inilah konflik pemikiran terjadi antara kaum sufi dan para fuqaha’. Umumnya, kaum sufi dengan berbagai tradisi dan disiplin spiritual yang dikembangkannya dipandang oleh para fuqaha’ sebagai kafir, zindiq dan menyelisihi aturan-aturan syari’at. Konflik ini terus berlanjut pada abad berikutnya, terlebih lagi ketika corak falsafi masuk dalam tradisi keilmuan tasawuf dengan tokoh-tokohnya seperti Ibn al-’Arabi dan Ibn al-Faridl pada abad ke-7 H. Realitas inilah yang kemudian menimbulkan pembedaan dua corak dalam dunia tasawuf, yaitu antara tasawuf ‘amali (praktis) dan tasawuf nazari (teoritis). Tasawuf praktis atau yang disebut juga tasawuf sunni atau akhlaki merupakan bentuk tasawuf yang memagari diri dengan al-Qur’an dan al-Hadith secara ketat dengan penekanan pada aspek amalan dan mengaitkan antara ahwal dan maqamat. Sedangkan tasawuf teoritis atau juga disebut tasawuf falsafi cenderung menekankan pada aspek pemikiran metafisik dengan memadukan antara filsafat dengan ketasawufan.
Di antara tokoh yang dianggap sebagai pembela tasawuf sunni adalah al-Haris al-Muhasibi (w. 243H/858 M), al-Junaid (w. 298/911), al-Kalabadzi (385/995), Abu Talib al-Makki (386/996), Abu al-Qasim Ab al-Karim al-Qusyaeri (465/1073), dan alGhazali (505/1112). Sedangkan tokoh yang sering disebut sebagai penganut tasawuf falsafi adalah Abu Yazid al-Bustami (261/875), al-Hallaj (309/992), al-Hamadani (525/1131), al-Suhrawardi al-Maqtul (587/1191) dengan puncaknya pada era Ibn ‘Arabi.

Diprediksi bahwa kemunculan pemikiran tasawuf adalah sebagai reaksi terhadap kemewahan hidup dan ketidakpastian nilai. Tetapi secara umum tasawuf pada masa awal perkembangannya mengacu pada tiga alur pemikiran:

1) Gagasan tentang kesalehan yang menunjukkan keengganan terhadap kehidupan urban dan kemewahan;
2) Masuknya gnostisisme Helenisme yang mendukung corak kehidupan pertapaan daripada aktif di masyarakat; dan
3) Masuknya pengaruh Buddhisme yang juga memberi penghormatan pada sikap anti-dunia dan sarat dengan kehidupan asketisme.
Terdapat 3 sasaran antara dari tasawuf:
1) Pembinaan aspek moral;
2) Ma’rifatullah melalui metode kasyf al-hijab; dan
3) Bahasan tentang sistem pengenalan dan hubungan kedekatan antara Tuhan dan makhluk. Dekat dalam hal ini dapat berarti: merasakan kehadiran-Nya dalam hati, berjumpa dan berdialog dengan-Nya, ataupun penyatuan makhluk dalam iradah Tuhan.
Dari segi sejarah, sufisme sebenarnya dapat dibaca dalam 2 tingkat:
1) Sufisme sebagai semangat atau jiwa yang hidup dalam dinamika masyarakat muslim;
2) Sufisme yang tampak melekat bersama masyarakat melalui bentuk-bentuk kelembagaan termasuk tokoh-tokohnya. Menyaksikan fenomena kemewahan tersebut muncul reaksi dari beberapa sahabat seperti Abu Dzar al-Ghifari, Sa’id bin Zubair, ‘Abd Allah bin ‘Umar sebagai bentuk “protes” dari perilaku hedonistic yang menguat pada masa kekuasaan Umayyah.
C. MA’RIFAH
Pengertian Tujuan Dan Kedudukan Ma’rifah
Dari segi bahasa ma’rifah berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya pengetahuan atau pengalaman Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang biasa didapati oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifah adalah pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan, dan hakikat itu satu, dan segala yang maujud berasal dari yang satu.
Selanjutnya ma’rifah digunakan untuk menunjukan, pada salah satu tingkatan dalam tasawuf. Dalam arti sufistik ini, ma’rifah diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan: melalui hati sanubari. Pengetahuan itu demikian lengkap dan jelas sehingga jiwanya merasa satu dengan yang diketahuinya itu, yaitu Tuhan. Selanjutnya Harun Nasution mengatakan bahwa ma’rifah menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk genosis, pengetahuan dengan hati sanubari.
Seterusnya al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang mempunyai ma’rifah tentang Tuhan, yaitu arif, tidak akan mengatakan ya Allah atau ya rabb karena memanggil Tuhan dengan kata-kata serupa ini menyatakan bahwa Tuhan ada di bekalang tabir.
Tetapi bagi al-Ghazali ma’rifah urutannya terlebih dahulu daripada mahabbah, karena mahabbah timbul dari ma’rifah. Namun mahabbah yang dimaksud al-Ghazali berlainan dengan mahabbah yang diucapkan oleh Rabi’ah al-Adawiyah, yaitu mahabbah dalam bentuk cinta seseorang kepada yang berbuat baik kepadanya, cinta yang timbul dari kasih dan rahmat Tuhan kepada manusia yang memberi manusia hidup, rezeki, kesenangan dan lain-lain. Al-Ghazali lebih lanjut mengatakan bahwa ma’rifah dan mahabbah itulah setinggi-tinggi tingkat yang dapat dicapai seorang sufi. Dan pengetahuan yang diperoleh dari ma’rifah lebih tinggi mutunya dari pengetahuan yang diperoleh dengan akal.

D. MAHABBAH
a. Pengertian Tujuan Dan Kedudukan Mahabbah

Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam. Dalam Mu’jam al-Fal-safi, Jamil Shaliba mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci. Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih atau penyayang. Selain itu al-mahabbah dapat pula berarti kecenderungan pada sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual, seperti cintanya seseorang yang kasmaran pada sesuatu yang dicintainya, orang tua pada anaknya, seseorang pada sahabatnya, suatu bangsa terhadap tanah airnya, atau seorang pekerja kepada pekerjaannya. Mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan.
Kata mahabbah tersebut selanjutnya digunakan untuk menunjukkan pada suatu paham atau aliran dalam tasawuf. Dalam hubungan ini mahabbah obyeknya lebih ditujukan pada Tuhan. Dari sekian banyak arti mahabbah yang dikemukakan kami di atas, tampaknya ada juga yang cocok dengan arti mahabbah yang dikehendaki dalam tasawuf, yaitu mahabbah yang artinya kecintaan yang mendalam secara ruhian pada Tuhan.

Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah, di Irak. la hidup antara tahun 713-801 H. Sumber lain menyebutkan bahwa ia meninggal, dunia dalam tahun 185 H./796 M. Menurut riwayatnya ia adalah seorang hamba yang kemudian dibebaskan.
Al-Mahabbah (kasih sayang)

Dikatakan bahwa makna asalnya adalah Ash-Shafaa’ yang berarti jenih atau bening. Karena orang-orang Arab mengatakan Ash-Shafaa’ (bening) ini untuk gigi yang putih dan bersih. Ada juga yang mengartikan bahwa kata Al-Mahabbah diambil dari kata Al-Habab yang berarti meluapnya air setelah turun hujan yang sangat deras. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa kata Al-Mahabbah berarti luapan dan kejolak hati ketika dirundung kerinduan untuk bertemu dengan orang yang dicintainya. Dikatakan juga bahwa ia berarti ketenangan dan keteguhan, seperti unta tenang dan tidak mau bangkit kembali setelah menderum. Sebagaimana perkataan seorang penyair:
Satu cambukan mengenai unta
Cambukan tatkala ia menderum
b. Pendapat manusia tentang batasan makna kata Al-Mahabbah (kasih sayang)
Manusia memiliki banyak pendapat tentang batasan makna kata Al-Mahabbah ini, diantaranya yaitu:
a. Al-Mahabbah adalah kecenderungan yang terus menerus dengan hati yang meluap-luap
b. Al-Mahabbah ialah mendahulukan kepentingan orang yang dicintai daripada kepentingan lain yang ada disekitarnya
c. Al-Mahabbah adalah menaati orang yang dicintai, baik yang dicintai itu ada disampingnya atau tidak
d. Al-Mahabbah adalah keinginan yang tidak berkurang karena kekeringan dan tidak bertambah karena basah
e. Al-Mahabbah adalah menjaga batas. Jadi tidak benar orang yang mengaku mencintai namun dia melanggar batas
f. Al-Mahabbah adalah tenang tapi gelisah dan tidak tenang kecuali bila bersama orang yang dicintainya, maka hati akan tenang dan tidak gelisah bila berada di sisi sang kekasih. Inilah makna dari perkataan mereka, bahwa Al-Mahabbah itu adalah kegelisahan hati secara terus-menerus karena memikirkan sang kekasih dan spontanitas akan menjadi tenang bila telah bersanding dengannya
g. Al-Mahabbah berarti terus-menerus mendampingi sang kekasih. Seperti dikatakan dalam sebuah sya’ir :
Aku merasa aneh terhadap diriku, karena aku mencintai mereka;
Kutanya setiap orang yang berlalu, padahal mereka bersanding bersamak;
Mataku terus mencari mereka, padahal mereka tetap ditempatnya;
Hatiku terus dirundung rindu, padahal mereka ada di antara tulang igaku.
1. Al-Alâqah (cinta, hubungan, segumpal darah)
Al-Alâqah disebut juga dengan Al-‘Alaq, seperti kata Al-Falaq dan itu merupakan salah satu dari nama cinta. Al-Jauhari berkata, “Al-‘Alaq disebut juga dengan Al-Hawa yang berarti nafsu. Seperti dikatakan, “Pandangan yang dipenuhi nafsu”.
Seorang penyair berkata:
Ku ingin bersabar menghadapi dirimu;
Tapi nafsu yang terpendam lama menghalangiku.
2. Al-Hawâ (hasrat, nafsu, keinginan)
Al-Hawâ adalah kecenderungan jiwa kepada sesuatu. Asal katanya adalah hawiya-yahwa-hawan, seperti bentuk amiya-ya`ma-`aman. Sedangkan arti dari kata hawa-yahwi adalah jatuh, masdarnya adalah al-huwiyyu. Disebut al-hawâ, karena ada hasrat dan keinginan terhadap orang yang dicintai. Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair:
Yang berhasrat merebut hati telah bosan;
Lalu hasratmu dicipta seperti yang engkau inginkan.
Jika dikatakan, “Inilah hasrat Fulan dan Fulanah menjadi hasrat Fulan”. Artinya, Fulanah menjadi orang yang diinginkan oleh si Fulan dan orang yang dicintainya. Namun, istilah al-hawâ ini sering kali dikonotasikan untuk istilah cinta yang tercela. Seperti firman Allah dalam Q.S. An-Nazi’at: 40-41 yang artinya:
“Dan adapun orang-orang yang taku kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya”.
Cinta disebut dengan istilah Al-Hawâ, karena cinta menjadi nafsu dan hasrat bagi orang yang memilikinya. Namun, adakalanya al-Hawâ juga digunakan untuk cinta yang terpuji sekalipun dengan batasan tertentu. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang kubawa” (Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah nomor 15 dan Al-Bahawi dalam Syarh As-Sunnah, 1/12 dan sanadnya dha’if).
3. Ash-Shabwah (kerinduan)
Ash-Shabwah atau Ash-Shabâ yang berarti kerinduan adalah salah satu dari nama cinta. Asal kata Ash-Shabwah bermakna condong. Sebagaimana dikatakan “shabâ ilâ kadza” artinya ia condong kepada sesuatu. Cinta disebut dengan istilah Ash-Shabwah karena pelakunya condong kepada wanita yang bersifat kekanak-kanakan. Bentuk jamak dari kata Ash-Shabwah adalah Shabâyâ, seperti Mathâyâ yang berasal dari kata Mathiyyah. Sedangkan At-Tashâbî berarti saling condong.
4. Ash-Shababah (kerinduan yang halus)
Dalam kitab “Ash-Shahhah” disebutkan bahwa Ash-Shababah berarti kerinduan yang halus atau kerinduan yang membara. Seperti dikatakan “Rajulun shabbun” yang artinya orang yang rindu dendam.
5. Asy-Syaghafu (cinta yang mendalam)
Asy-Syaghafu berarti cinta yang mendalam merupakan salah satu dari nama cinta. Allah berfirman dalam Q.S. Yusuf: 30 yang artinya:
“Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu sangat mendala
Al-Jauhari dan yang lainnya berkata, “Asy-Syaghaf” bermakna lapisan yang membungkus hati, yaitu kulit yang berada diluarnya seperti pembungkusnya”. Dikatakan “Syaghafahul Hubbu” berarti cinta yang sampai pada kulitnya saking dalamnya.
6. Asy-Sya’afu (cinta yang membawa penderitaan)
Dalam ash-Shahhah disebutkan sya’afahul hubbu berarti cinta itu membakar hatinya. Abu Zaid berkata, “cinta itu membuat hatinya sakit dan menderita”.
7. Al-Miqatu (cinta)
Al-Miqatu berasal dari kata wamiqa-yamiqu yang berarti cinta.
8. Al-Wajdu (cinta yang disertai rasa sedih)
Al-Wajdu berarti cinta yang senantiasa disertai perasaan sedih. Kebanyakan kata al-wajdu digunakan untuk menyebutkan perasaan sedih.
9. At-Tatayyum (penghambaan)
At-Tatayyum memiliki arti penghambaan. Dalam kitab Ash-Shahhah disebutkan “Taymullah” berarti hamba Allah. Jika dikatakan “Tayammahul Hubbu” berarti ia diperbudak dan diperhamba oleh cintanya. Makanya, orang disebut Mutayyimun yang artinya diperbudak cinta.
E. AL-FANA, AL-BAQA
a. Pengertian Fana dan Baqa
Fana (??????) artinya hilang, hancur. Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Baqa (??????) artinya tetap, terus hidup. Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Seorang sufi untuk ma’rifat harus bisa menghancurkan diri terlebih dahulu, dan proses penghancuran diri inilah di dalam tasawuf disebut “Fana” yang diiringi oleh “Baqa”.
Dalam ‘Risalatul Qusyairiyah’ dinyatakan bahwa Fana adalah menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan Baqa artinya mendirikan sifat-sifat yang terpuji.
Dari segi bahasa Al-Fana berarti hilangnya wujud sesuatu, sedangkan Fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Konsep Fana dan Baqa menurut beberapa tokoh
1. Al-Qusyairi
Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji.
2. Junaid al-Baghdadi
Tauhid bisa dicapai dengan membuat diri Fana dari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, sehingga keinginannya dikendalikan oleh Allah.
3. Ibn ‘Arabi
Fana dalam pengertian mistik adalah hilangnya ketidaktahuan dan Baqa pengetahuan yang pasti/ sejati yang diperoleh dengan intuisi mengenai kesatuan esensial dari keseluruhan ini.
Fana dalam pengertian metafisika adalah hilangnya bentuk-bentuk dunia fenomena dan berlanjutnya substansi universal yang tunggal. Hal ini ia simpulkan dengan hilangnya sesuatu bentuk pada saat Tuhan memanifestasikan (tajalli) diri-Nya dalam bentuk lain.
b. Tujuan dan kedudukan Fana dan Baqa
Setelah mengetahui pengertian Fana dan Baqa, perlu diketahui tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya.
Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal, karena hal yang demikian itu terjadi terus menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana merupakan keadaan dimana seseorang hanya menyadari kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan kelihatannya lebih merupakan alat, jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan Rohani dengan Tuhan). Tatkala Fana dan Baqa berjalan selaras dan sesuai dengan fungsinya maka seorang Sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu.
a) Tokoh yang mengembangkan Fana dan Baqa
Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid al-Bustami disebut-sebut sebagai Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan Baqa. Nama kecilnya adalah Thaifur. Nama beliau sangat istimewa dalam hati kaum Sufi seluruhnya. Sebagai paham Abu Yazid yang dapat dianggap sebagai timbulnya Fana dan Baqa adalah:
????? ?? ????? ?? ????? ?? ?????
Artinya: “Aku tahu pada Tuhan melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu padanya melalui dirinya, maka aku pun hidup.”
Abu Yazid adalah salah satu tokoh sufi yang telah melewati ma’rifah melalui Fana dan Baqa.
b) Fana dan Baqa dalam pandangan Al-Qur’an
Fana dan Baqa merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan dengan firman Allah yang berbunyi:
Artinya: “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”( Q. S. Al-Kahfi: 110)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah swt. telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniyah atau bathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal shaleh, dan beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak buruk (Fana), meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana dan Baqa, hal ini juga dapat dipahami dari isyarat ayat di bawah ini:
F. PENGERTIAN ITTIHAD
Ittihâd berasal dari kata ittahad-yattahid-ittihâd (dari kata wâhid) yang berarti bersatu atau kebersatuan. Sedangkan ittihâd menurut Abû Yazîd al-Busthâmî secara komprehensif maupun secara etimologis berarti integrasi, menyatu, atau persatuan. Dan secara istilah, ittihâd merupakan pengalaman puncak spiritual seorang sufi, ketika ia dekat, bersahabat, cinta, dan mengenal Allah sedemikian rupa hingga dirinya merasa menyatu dengan Allah. Ittihâd dicapai dengan beberapa proses (maqâmât) dengan tazkiyat al-nafs hingga melewati mahabbah dan ma‘rifah kemudian mengalami fanâ’ dan baqâ’ sebagai pintu gerbang menuju ittihâd. Dengan kata lain sebelum mengalami ittihâd para sufi harus mengalami al-fanâ’ ‘an al-nafs dan al-baqâ’ bi Allâh. Fanâ’ secara etimologis berarti keluruhan diri kemanusiaan, hancur, lenyap dan hilang. Sedangkan baqâ’ secara etimologis berarti kekal, abadi, tetap dan tinggal.
G. AL-HULUL
a. Pengertian, Tujuan Dan Kedudukan Hulul
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma’ sebagai dikutip Harun Nasution, adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Di dalam teks Arab pernyataan tersebut berbunyi: “Sesungguhnya Allah memilih jasad-jasad (tertentu) dan me-nempatinya dengan makna ketuhanan (setelah) menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan”.
b. Tokoh yang Mengembangkan Paham al-Hulul
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tokoh yang mengembangkan paham al-Hulul adalah al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein bin Mansur al-Hallaj. la lahir tahun 244 H. (858 M.) di Negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar pada seorang Sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di Negeri Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke Bashrah dan belajar pada seorang sufi bernama Amr al-Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota Baghdad dan belajar pada. al-Junaid yang juga seorang sufi. Selain itu ia pernah juga
H. WAHDAT AL-WUJUD
a. Pengertian dan Tujuan Wahdat al-Wujud
Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di kalangan ulama klasik ada yang mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil.
Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa dalam paham wahdat al-wujud, nast yang ada dalam hulul diubah menjadi khalq (makhluk) dan lahut menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua bagian sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut Khalq dan yang sebelah dalam disebut Haqq. Kata-kata khalq dan haqq inj; merupakan padanan kata al-’Arad (accident) dan al-Jauhar (substance) dan al-Zahir (lahir-luar-tampak), dan al-bathin (dalam, tidak tampak).
Menurut paham ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu aspek luar yang disebut al-Khalq (makhluk) Al’arad (accident-kenyataan luar), zahir (luar-tampak), dan aspek dalam yang disebut al-haqq (Tuhan), al-jauhar (substance-hakikat), dan al-bathin (dalam).
b. Tokoh yang Membawa Paham Wahdatul Wujud
Paham Wahdatul Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di tahun 1145, dan di sana ia masuk aliran sufi. Di tahun 1202 M. ia pergi ke Mekkah dan meninggal di Damaskus di tahun 1240 M.
Menurut Hamka, Ibn Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai pada puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan pikir dan filsafat dan zauq tasawuf. la menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa yang agak berbelit-belit dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum awam sebagaimana dialami al-Hallaj.
I. INSAN KAMIL DAN TAREQAT
a. Pengertian Insan Kamil dan Tareqat
Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata: Insan dan kamil. Secara harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna.
Selanjutnya Jamil Shaliba mengatakan bahwa kata insan menunjukkan pada sesuatu yang secara khusus digunakan untuk arti manusia dari segi sifatnya, bukan fisiknya. Dalam bahasa Arab kata insan mengacu kepada sifat manusia yang terpuji seperti kasih sayang, mulia dan lainnya. Selanjutnya kata insan digunakan oleh para filosof klasik sebagai kata yang menunjukkan pada arti manusia secara totalitas yang secara langsung mengarah pada hakikat manusia. Kata insan juga digunakan untuk menunjukkan pada arti terkumpulnya seluruh potensi intelektual, rohani dan fisik yang ada pada manusia, seperti hidup, sifat kehewanan, berkata-kata dan lainnya.
Adapun kata kamil dapat pula berarti suatu keadaan yang sempurna, dan digunakan untuk menunjukkan pada sempurnanya zat dan sifat, dan hal itu terjadi melalui terkumpulnya sejumlah potensi dan kelengkapan seperti ilmu, dan sekalian sifat yang baik lainnya.
Selanjutnya kata insan dijumpai di dalam al-Qur’an dan dibedakan dengan istilah basyar dan al-nas. Kata insan jamak-nya kata al-nas. Kata insan mempunyai tiga asal kata. Pertama, berasal dari kata anasa yang mempunyai arti melihat, mengeta-hui dan minta izin. Yang kedua berasal dari kata nasiya yang artinya lupa. Yang ketiga berasal dari kata al-uns yang artinya jinak, lawan dari kata buas. Dengan bertumpu pada asal kata anasa, maka insan mengandung arti melihat, mengetahui dan meminta izin, dan semua arti ini berkaitan dengan kemampuan manusia dalam bidang penalaran, sehingga dapat menerima pengajaran.
a) Berfungsi Akalnya Secara Optimal
Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada pendapat kaum Muktazilah. Menurutnya manusia yang akalnya berfungsi secara optimal dapat mengetahui bahwa segala perbuatan baik seperti adil, jujur, berakhlak sesuai dengan essensinya dan merasa wajib melakukan semua itu walaupun tidak diperintahkan oleh wahyu. Manusia yang berfungsi akalnya sudah merasa wajib melakukan perbuatan yang baik. Dan manusia yang demikianlah yang dapat mendekati tingkat insan kamil. Dengan demikian insan kamil akalnya dapat mengenali perbuatan yang baik dan perbuatan buruk karena hal itu telah terkandung pada essensi perbuatan tersebut.
b) Berfungsi Intuisinya
Insan Kamil dapat juga dicirikan dengan berfungsinya intuisi yang ada dalam dirinya. Intuisi ini dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia (rasional soul). Menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang itu hampir menyerupai malaikat dan mendekati kesempurnaan.
c) Mampu Menciptakan Budaya
Sebagai bentuk pengamalan dari berbagai potensi yang terdapat pada dirinya sebagai insan, manusia yang sempurna adalah manusia yang mampu mendayagunakan seluruh potensi rohaniahnya secara optimal. Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berpikir. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berpikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban.
Tetapi dalam kaca mata Ibn Khaldun kelengkapan serta kesempurnaan manusia tidaklah lahir dengan begitu saja, melainkan melalui suatu proses tertentu. Proses tersebut dewasa ini dikenal dengan evolusi.
d) Menghiasi Diri dengan Sifat-sifat Ketuhanan
Pada uraian tentang arti insan tersebut di atas telah disebutkan bahwa manusia termasuk makhluk yang mempunyai naluri ketuhanan (fitrah). la cenderung kepada hal-hal yang berasal dari Tuhan, dan mengimaninya. Sifat-sifat tersebut menyebabkan ia menjadi wakil Tuhan di muka bumi. Manusia sebagai khalifah yang demikian itu merupakan gambaran ideal. Yaitu manusia yang berusaha menentukan nasibnya sendiri, baik sebagai kelompok masyarakat maupun sebagai individu. Yaitu manusia yang memiliki tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya kehendak yang bebas.
e) Berakhlak Mulia
Sejalan dengan ciri keempat di atas, insan kamil juga adalah manusia yang berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan pendapat Ali Syari’ati yang mengatakan bahwa manusia yang sempurna memiliki tiga aspek, yakni aspek kebenaran, kebajikan dan keindahan.
f) Berjiwa Seimbang
Menurut Nashr, sebagai dikutip Komaruddin Hidayat, bahwa manusia modem sekarang ini tidak jauh meleset dari siratan Darwin. Bahwa hakikat manusia terletak pada aspek kedalamannya, yang bersifat permanen, immortal yang kini tengah bereksistensi sebagai bagian dari perjalanan hidupnya yang teramat panjang. Tetapi disayangkan, kebanyakan dari mereka lupa akan immortalitas dirinya yang hakiki tadi. Manusia modern mengabaikan kebutuhannya yang paling mendasar, yang bersifat ruhiyah, sehingga mereka tidak akan mendapatkan ketenteraman batin, yang berarti tidak hanya keseimbangan diri, terlebih lagi bila tekanannya pada kebutuhan materi kian meningkat, maka keseimbangan akan semakin rusak.
b. Pengertian Tareqat
Secara terminologi (istilah) tarekat yang berasal dari kata thariqah itu mula-mula berarti jalan yang harus ditempuh seorang calon sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kemudian ia digunakan untuk menunjuk suatu metode psikologi moral untuk membimbing seseorang mengenal Tuhan. Tarekat dalam pengertian inilah yang digunakan dalam karya al-Junayd, al-Hallaj, al-Sarraj, al-Hujwiri, dan al-Qushayri. Melalui jalan itu seseorang dengan menempuh berbagai tingkatan psikologis dalam keimanan dan pengamalan ajaran Islam dapat mencapai pengetahuan tentang Tuhan dari satu tingkatan ke tingkatan yang lebih tinggi, sehingga akhirnya ia mencapai realitas (hakikat) Tuhan yang tertinggi.
Tarekat adalah suatu metode praktis dalam membimbing murid dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan tindakan melalui tingkatan-tingkatan secara berurutan untuk merasakan hakikat Tuhan. Tarekat adalah jalan yang harus ditempuh seorang calon sufi agar berada sedekat mungkin dengan Allah.
Berdasarkan uraian itu maka dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah jalan yang ditempuh murid agar berada sedekat mungkin dengan Tuhan di bawah bimbingan guru (mursyid).
Pengertian Tarekat berasal dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti:
1) jalan atau petunjuk jalan atau cara,
2) Metode, system (al-uslub),
3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab),
4) keadaan (al-halah),
5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amudal-mizalah). Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufibrotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.




BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari pembahsan diatas dapat kit simpulkan sebagai berikut :
Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan.
Ma’rifah adalah pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya.
Mahabbah namun kita kaitkan kedalam aktifitas manusia sesama manusia yang berlainan jenis antara pria dan wanita dapat diartikan yaitu kecenderungan pada sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual, seperti cintanya seseorang yang kasmaran pada sesuatu yang dicintainya, orang tua pada anaknya, seseorang pada sahabatnya, suatu bangsa terhadap tanah airnya, atau seorang pekerja kepada pekerjaannya.
Dalam ‘Risalatul Qusyairiyah’ dinyatakan bahwa Fana adalah menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan Baqa artinya mendirikan sifat-sifat yang terpuji.
Ittihâd berasal dari kata ittahad-yattahid-ittihâd (dari kata wâhid) yang berarti bersatu atau kebersatuan
Dan secara istilah, ittihâd merupakan pengalaman puncak spiritual seorang sufi, ketika ia dekat, bersahabat, cinta, dan mengenal Allah sedemikian rupa hingga dirinya merasa menyatu dengan Allah. Ittihâd dicapai dengan beberapa proses (maqâmât) dengan tazkiyat al-nafs hingga melewati mahabbah dan ma‘rifah kemudian mengalami fanâ’ dan baqâ’ sebagai pintu gerbang menuju ittihâd.
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana
Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di kalangan ulama klasik ada yang mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil.
Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata: Insan dan kamil. Secara harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna.
Dengan demikian, insan kamil lebih ditujukan kepada manusia yang sempurna dari segi pengembangan potensi intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat, fitrah dan lainnya yang bersifat batin lainnya, dan bukan pada manusia dari dimensi basyariahnya. Pembinaan kesempurnaan basyariah bukan menjadi bidang garapan tasawuf, tetapi menjadi garapan fikih. Dengan perpaduan fikih dan tasawuf inilah insan kamil akan lebih terbina lagi. Namun insan kamil lebih ditekankan pada manusia yang sempurna dari segi insaniyahnya, atau segi potensi intelektual, rohaniah dan lainnya itu.
Tarekat adalah suatu metode praktis dalam membimbing murid dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan tindakan melalui tingkatan-tingkatan secara berurutan untuk merasakan hakikat Tuhan. Tarekat adalah jalan yang harus ditempuh seorang calon sufi agar berada sedekat mungkin dengan Allah.









DAFTAR PUSTAKA

? Dr.Muhammad bin Rabi’ bin hadi Al-Madkhali, 2006, Hakikat Sufi dalam Al-Qur’an dan Hadits.Darul Falah.jakarta.
? Dina Kristanti Yugraha dan Ikhsanti Sobariatunnisa, 2007 Tasauf Suni dan tasauf Falsafi. Mahasiswa Fakultas studi islam.Unida.Bogor.
? Hasan Basri tanjung, 2004 Materi kuliah Ilmu Tasauf. Fakultas Studi Islam.Universitas Djuanda
? Hasan Basri Tanjung, 2004 Ringkasan insiklopedia mata luliah ilmu tasauf. Fakultass studi islam. Universitas djuanada.bogor
? Hasan Basri, 2004, Tanjuang. dinamika tasawuf .fakultas studi islam.universitas djuanda.bogor.
? Sumber dari: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (Mukhtashar Raudhatul Muhibbîn - Taman Orang-orang Jatuh Cinta)

Kamis, 19 Februari 2009

Profile Ketua MA



Harifin A Tumpa resmi terpilih sebagai Ketua Mahkamah Agung (MA) yang baru menggantikan Bagir Manan, setelah didukung lebih 50 persen dari 43 hakim agung yang ada, dalam pemilihan yang berlangsung di gedung MA, Jakarta, Kamis (15/1).

Berdasarkan data yang diperoleh , Kamis (15/1), Harifin tercatat adalah hakim agung paling senior di MA, dan sebelumnya ramai dibicarakan, sebagai calon kuat pemimpin lembaga keadilan tertinggi itu.

Pria kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan, 23 Februari 1942 tersebut, menikah dengan Herawati Sikki dan dikaruniai tiga orang anak yaitu A Hartati, AJ Cakrawala, dan Rizki Ichsanudin.

Data kekayaan berdasarkan laporannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per 1 Maret 2006 adalah sebesar Rp1,456 miliar.

Harifin mendapatkan pendidikan hukumnya lewat Sekolah Hakim dan Djaksa di Makassar pada 1959-1963, kemudian kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar lulus tahun 1972.

Kemudian berlanjut di Post Graduate Universitas Leiden 1987, dan Magister Hukum di Universitas Krisnadwipayana Jakarta periode 1998-2000.

Harifin memulai karirnya sebagai hakim dimulai saat bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Takalar tahun 1969, lalu menjadi Ketua PN di beberapa PN di Sulsel selama periode 1972-1989.

Harifin juga pernah menjadi hakim PN Jakarta Barat tahun 1989, Ketua PN Mataram tahun 1994 dan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi (PT) Makassar tahun 1997, sebagai Direktur Perdata tahun 1997-2000, menjadi wakil PT Palembang selama 2001, dan tahun 2002 hingga 2004 menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Palu.

Harifin resmi menjadi Hakim Agung sejak 14 September 2004, dan terakhir saat Bagir Manan menjabat Ketua MA, Harifin adalah Wakil Ketua MA Non-Yudisial.

Sejumlah pihak sebelumnya sempat mengkhawatirkan jika Harifin terpilih sebagai Ketua MA, setelah pada 30 Desember 2008 lalu, Harifin sempat terjatuh saat melantik enam hakim agung baru.

Harifin mengaku kakinya kram karena kurang istirahat dan juga ada penyakit asam urat, kemudian hal inilah yang membuat sejumlah pihak yang tidak setuju pada usia pensiun hakim agung hingga 70 tahun semakin bersuara keras.

Seperti diketahui, akhir 2008 lalu, MA mendapat sorotan terkait batas usia Hakim Agung MA yang tercantum dalam UU MA No.5 Tahun 2004 yang merupakan perubahan atas UU MA No 14 Tahun 1985, yakni 67 tahun.

Namun belakangan, dalam RUU MA atas revisi UU MA sebelumnya, yang dibahas oleh DPR RI, dan sudah disahkan Desember 2008, batas usia pensiun diperpanjang hingga

70 tahun dan ini menimbulkan pro dan kontra

Profile Ketua Mahkamah Konstitusi

Moh Mahfud MD

H Moh Mahfud MD lebih dikenal sebagai staf pengajar dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sejak tahun 1984.
Sebelum menjabat sebagai Hakim Konstitusi Prof Mahfud MD pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI (2000-2001), Menteri Kehakiman dan HAM (2001), Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) (2002-2005), Rektor Universitas Islam Kadiri (2003-2006), Anggota DPR-RI, duduk Komisi III (2004-2006), Anggota DPR-RI, duduk Komisi I (2006-2007), Anggota DPR-RI, duduk di Komisi III (2007-2008), Wakil Ketua Badan Legislatif DPR-RI (2007-2008), Anggota Tim Konsultan Ahli Pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Depkum-HAM Republik Indonesia.
Selain itu, beliau juga masih aktif mengajar di Universitas Islam Indonesia (UII), UGM, UNS, UI, Unsoed, dan lebih dari 10 Universitas lainnya pada program Pasca Sarjana S2 & S3. Mata kuliah yang diajarkan adalah Politik Hukum, Hukum Tata Negara, Negara Hukum dan Demokrasi serta pembimbing penulisan tesis dan desertasi.

Tempat, Tanggal Lahir : Sampang, Madura, 13 Mei 1957
Jabatan : Ketua Mahkamah Konstitusi RI
Alamat : GEDUNG MAHKAMAH KONSTITUSI Jl. Merdeka Barat 6
Kota : Jakarta Pusat
Pendidikan Formal : 1. Madrasah Ibtida'iyah di Pondok Pesantren al Mardhiyyah, Waru, Pamekasan, Madura
2. SD Negeri Waru Pamekasan, Madura
3. Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN), SLTP 4 Tahun, Pamekasan Madura
4. Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), SLTA 3 Tahun, Yogyakarta
5. S1 Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Tata Negara, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta
6. S1 Fakultas Sastra dan Kebudayaan (Sasdaya) Jurusan Sastra Arab, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
7. Program Pasca Sarjana S2, Ilmu Politik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
8. Program Doktoral S3, Ilmu Hukum Tata Negara, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Karya Tulis : Daftar Karya Ilmiah dalam bentuk buku:
1. Perdebatan Hukum Tata Negara, Pasca Amandemen Konstitusi (Pustaka LP3ES Indonesia, 2007)
2. Hukum Tak Kunjung Tegak (PT.Citra Aditys Bakti, Bandung 2007)
3. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi (Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta 2006)
4. Setahun Bersama Gus Dur (Memoar Politik), Pustaka LP3ES, Jakarta 2003
5. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Liberty, Yogyakarta, 1993)
6. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Liberty, Yogyakarta, 1993)
7. Hukum dan Pilar Pilar Demokrasi (Gama Media dan Ford Foundation, Yogyakarta-Jakarta, 1999)
8. Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan (UII Press, Yogyakarta 1999)
9. Amandemen Konstitusi dalam Rangka Reformasi Tata Negara (UII Press, Yogyakarta, 1999)
10. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia (Gama Media dan Ford Foundation, Yogyakarta-Jakarta, 1998)
11. Politik dan Hukum Zaman Hindia Belanda (UII Press, Yogyakarta 1998)
12. Politik Hukum di Indonesia (Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta 1997)
13. Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia (UII Press, Yogyakarta 1994)
14. Hukum Kepegawaian Indonesia (Liberty, Yogyakarta 1987)
15. Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara (Liberty, Yogyakarta 1987)
16. Selayang Pandang Tentang HTN dan HAN (Fakultas Hukum UII Yogyakarta, 1987)

Daftar Karya Ilmiah dalam Bentuk

Makalah & Tulisan tangan dalam jurnal, antara lain sebagai berikut:
1. Calon Independen dalam Pilkada (13 Agustus 2007);
2. Etika dan Hukum Sebagai Dasar dan Problem Pembangunan Kita (15 Desember 2007);
3. Perjalanan UUD 1945 Hasil Amandemen (10 januari 2008);
4. Proses Perubahan UUD 1945 dan Implikasinya Bagi Ketatanegaraan (17 November 2007);
5. Penuangan Pancasila di dalam Peraturan Perundang-undangan (30-31 Mei 2008);
6. UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Perubahan (12 April 2007);
7. Nilai-nilai Hukum Islam dalam Proses Legislasi Nasional (4-6 September 2007);
8. Penjajakan materi dan Agenda Perubahan Kelima UUD 1945;

Mahkamah Konstitusi RI
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta 10110
Telp. 23529000

Profil Ketua BPK RI


I. KETERANGAN PRIBADI
Nama
:
Dr. Anwar Nasution
Tempat/Tanggal lahir
:
Sipirok, Tapanuli, Sumatera Utara, Indonesia
Status
:
Menikah
Agama
:
Islam
II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
1. Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
2. Master in Public Administration, the Kennedy School of Government, Harvard University, Cambridge, Massachusetts, USA.
3. Ph.D in Economics, Tufts University, Medford, Massachusetts, USA.
4. Kursus Reguler XX Lemhanas – Institut Pertahanan Nasional Indonesia, Jakarta, Indonesia.
III. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Kepala Divisi Riset dan Hubungan Internasional, Direktorat Jenderal Bidang Moneter, Departemen Keuangan Indonesia, tahun 1968-1975.
2. Ketua Komite Pelaksana Konferensi Deregulasi Ekonomi di Indonesia, tahun 1994-1995.
3. Ketua Komite Nasional Indonesia, Financial Market Development, Pasific Economic Cooperation Council (FMD/PECC), tahun 1995-sekarang.
4. Co-Director of UNU/WIDER Research Project on Short-term Capital Flows, Exchange Rate Policy and the Balance of payments Crises in the 1990s, tahun 1995-1996.
5. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tahun 1998-2001.
6. Deputy Senior Gubernur Bank Indonesia, Juli 1999-2004.
7. Penasihat Internasional The Finance Forum of the Pacific Economic Cooperation Council (PECC), Januari 2002-sekarang.
8. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Oktober 2004-sekarang.
IV. LAIN-LAIN
1. Riwayat Organisasi
a. Anggota American Economic Association (AEA), tahun 1973-sekarang.
b. International Associate Member, FAIR (Foundation for Advanced Information and Research) dan IFMP (Institute of Fiscal and Monetary Policy), Departemen Keuangan Jepang, Tokyo, tahun 1987-sekarang.
c. Associate Member, Center for Pacific Basin Monetary and Economic Studies, Federal Reserve Bank of San Francisco, tahun 1987-sekarang.
d. Anggota dan Direktur East Asian Economic Association, tahun 1990-sekarang.
e. Anggota American Committee on Asian Economic Studies (ACAES), tahun 1991-sekarang.
f. Anggota dan Wakil Ketua ISEI-Indonesian Economists Association, tahun 1997-sekarang.
g. Anggota the Asian Economic Panel, diorganisir oleh the Center for International Development at Harvard University, The Global Security Research Center (GSEC) of Keio University and Korea Institute for International Economic Policy (KIEP), tahun 2001-sekarang.
h. Anggota International Advisory Group, Finance Forum of the Pacific Economic Cooperation Council (PECC), tahun 2002-sekarang.
2. Penghargaan/Tanda Jasa
a. Satya Lancana Pembangunan, dari Pemerintah Republik Indonesia.

WAKIL PRESIDEN RI 2004 - 2009: M Jusuf Kalla


Nama Jusuf kalla
Gender Laki-laki
Riwayat Hidup Pendidikan :
- Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanudin Makasar (1967)
- The European Institute of Business Administration Fountainebleu, Prancis (1977)

Muhammad Jusuf Kalla (lahir di Wattampone Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942) adalah seorang pengusaha dengan bendera "Kalla Group" yang meliputi bisnis berbagai jaringan di beberapa bidang. Jusuf Kalla adalah wakil Presiden Republik Indonesia saat ini.


Anak dari pasangan pengusaha Haji Kalla dan Athirah ini pertama kali menjabat sebagai menteri di era pemerintahan Abdurrahman Wahid. Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada pemerintahan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI yang ke-5).
Jusuf bersaudara 16 orang. Semasa menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin hingga menjadi sarjana, Jusuf sempat menjabat Ketua Umum HMI dan KAMI Ujung Pandang, serta Ketua Senat Fakultas Eekonomi Universitas Hasanuddin.
NV Haji Kalla Trading Company adalah satu dari sedikit perusahaan keluarga yang mampu bertahan hingga generasi kedua. Ayah Jusuf memulai usahanya dengan membuka perusahaan tekstil di Kota Bone, Sulawesi Selatan. Pindah ke Ujung Pandang, ia mendirikan tujuh firma seiring dengan nasionalisasi perusahaan asing. Itulah awal kegiatan mereka di bidang impor ekspor.
Jusuf mulai sepenuhnya menangani usaha warisan ayahnya pada tahun 1967. Usaha pertokoan dibenahi, sambil mengurus jatah sandang pangan. Ekspor dihidupkan kembali, dengan usaha bidang angkutan sebagai basis, bermodalkan 10 bis. Pada tahun 1977, Jusuf mulai berdagang mobil. Kebetulan saat itu Kantor Gubernur Sulawesi Selatan memerlukan sejumlah kendaraan. Kedutaan Jepang yang dihubunginya menjelaskan, impor mobil bisa dilakukan dalam jumlah minimal lima buah. Ketika PT Astra ditunjuk sebagai penyalur mobil Toyota di Indonesia, NV Haji Kalla menjadi agen untuk Sulawesi. Hingga kini perusahaan itu hampir memonopoli pasaran mobil di Indonesia bagian Timur.
Dalam menangani keenam perusahaan tersebut, Jusuf dibantu oleh adik, ipar, atau temannya. Ia lebih menyukai pegawai yang mantan aktivis, daripada lulusan dengan nilai tinggi tetapi tanpa pengalaman berorganisasi. Banyak di antara saudaranya menjadi dokter, insinyur, ekonom, tetapi hanya yang lelaki bergerak di bidang bisnis. Jusuf Menikah dengan Mufidah pada tahun 1967 dan kini menjadi ayah dari lima anak.
Dengan terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden RI yang ke-6, maka Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden RI yang ke-10. Bersama-sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono, keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat. Jusuf Kalla juga menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar saat ini menggantikan Akbar Tandjung sejak Desember 2004.

Anak pasangan pengusaha sukses Haji Kalla dan Athirah, M. Jusuf Kalla menjabat sebagai menteri di era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Presiden RI yang ke-4), tetapi diberhentikan dengan tuduhan terlibat KKN.

Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI yang ke-5). Jusuf Kalla mengundurkan diri sebagai Menteri karena maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dengan kemenangan yang diraih oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI yang ke-6, secara otomatis M. Jusuf Kalla juga berhasil meraih jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang ke-10. Bersama-sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono, keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat.

Sebelum terjun ke politik, Jusuf Kalla juga menjadi Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi Selatan. Hingga kini Jusuf Kalla yang di Makassar disapa dengan Daeng Ucu ini masih menjabat Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Alumni Universitas Hasanuddin, setelah terpilih kembali pada musyawarah September 2006.

Pada 10 Januari 2007, ia melantik 185 pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan Kekaryaan Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golongan Karya di Slipi, Jakarta Barat. Itu merupakan salah satu organisasi Golkar yang mayoritas anggotanya bergelar master, doktor, bahkan profesor. Sebagain besar mereka adalah cendekiawan, pejabat publik, dan pengamat. Ada yang tercatat masih bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan CIDES. Bahkan, ada yang berstatus pejabat publik, pegawai negeri sipil, hingga pensiunan jenderal.

Di posisi anggota Dewan Pakar yang dipimpin mantan Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto terdapat nama seperti Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution, Deputi Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, Staf Khusus Wakil Presiden Moh Abduh, serta Kepala Badan Pengatur Hilir Migas Tubagus Haryono. Bahkan, tercatat nama mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri.

Adapun sejumlah pengamat komunikasi, hukum, politik, ekonomi, dan pasar modal adalah Pradjoto, Umar Juoro, Indira Samego, Tjipta Lesmana, dan Dandosi Matram. Selain, nama mantan Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Syaifuddin Hassan dan Tri Hanurita (anak perempuan konglomerat Sudwikatmono).

Riwayat Karir - Direktur Utama NV. Hadji Kalla (1968-2001)
- Direktur Utama PT. Bumi Karsa (1969-2001)
- Komisaris Utama PT. Bukaka Teknik Utama (1988-2001)
- Direktur Utama PT. Bumi Sarana Utama (1988-2001)
- Direktur Utama PT. Kalla Inti Karsa (1993-2001)
- Komisaris Utama PT. Bukaka Singtel International (1995-2001)
- Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI (1999-2000)
- Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2001-2004)

Organisasi :
- Ketua IKA-UNHAS (1992 s/d sekarang)
- Ketua Umum KADIN Sulawesi Selatan (1985-1998)
- Anggota MPR-RI (1988-2001)
- Ketua Harian Yayasan Islamic Center AI-Markaz (1994 s/d sekarang)
- Anggota Dewan Penasehat ISEI Pusat (2000 s/d sekarang)
- Ketua Umum DPP Partai Golkar (2004-2009)

Biografi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono adalah Presiden RI ke enam dan Presiden pertama yang dipilih langsung oleh Rakyat Indonesia. Bersama Drs. M. Jusuf Kalla sebagai wakil presidennya, beliau terpilih dalam pemilihan presiden di 2004 dengan mengusung agenda "Indonesia yang lebih Adil, Damai, Sejahtera dan Demokratis", mengungguli Presiden Megawati Soekarnoputri dengan 60% suara pemilih. Pada 20 Oktober 2004 Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik beliau menjadi Presiden.

Presiden SBY, seperti banyak rakyat memanggilnya, lahir pada 9 September 1949 di Pacitan, Jawa Timur. Seorang ilmuwan teruji, beliau meraih gelar Master in Management dari Webster University, Amerika Serikat tahun 1991. Lanjutan studinya berlangsung di Institut Pertanian Bogor, dan di 2004 meraih Doktor Ekonomi Pertanian.. Pada 2005, beliau memperoleh anugerah dua Doctor Honoris Causa, masing-masing dari almamaternya Webster University untuk ilmu hukum, dan dari Thammasat University di Thailand ilmu politik.

Susilo Bambang Yudhoyono meraih lulusan terbaik AKABRI Darat tahun 1973, dan terus mengabdi sebagai perwira TNI sepanjang 27 tahun. Beliau meraih pangkat Jenderal TNI pada tahun 2000. Sepanjang masa itu, beliau mengikuti serangkaian pendidikan dan pelatihan di Indonesia dan luar negeri, antara lain Seskoad dimana pernah pula menjadi dosen, serta Command and General Staff College di Amerika Serikat. Dalam tugas militernya, beliau menjadi komandan pasukan dan teritorial, perwira staf, pelatih dan dosen, baik di daerah operasi maupun markas besar. Penugasan itu diantaranya, Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad, Panglima Kodam II Sriwijaya dan Kepala Staf Teritorial TNI.

Selain di dalam negeri, beliau juga bertugas pada misi-misi luar negeri, seperti ketika menjadi Commander of United Nations Military Observers dan Komandan Kontingen Indonesia di Bosnia Herzegovina pada 1995-1996.

Setelah mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, beliau mengalami percepatan masa pensiun maju 5 tahun ketika menjabat Menteri di tahun 2000. Atas pengabdiannya, beliau menerima 24 tanda kehormatan dan bintang jasa, diantaranya Satya Lencana PBB UNPKF, Bintang Dharma dan Bintang Maha Putra Adipurna. Atas jasa-jasanya yang melebihi panggilan tugas, beliau menerima bintang jasa tertinggi di Indonesia, Bintang Republik Indonesia Adipurna.

Sebelum dipilih rakyat dalam pemilihan presiden langsung, Presiden Yudhoyono melaksanakan banyak tugas-tugas pemerintahan, termasuk sebagai Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan pada Kabinet Persatuan Nasional di jaman Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau juga bertugas sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam Kabinet Gotong-Royong di masa Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada saat bertugas sebagai Menteri Koordinator inilah beliau dikenal luas di dunia internasional karena memimpin upaya-upaya Indonesia memerangi terorisme.

Presiden Yudhoyono juga dikenal aktif dalam berbagai organisasi masyarakat sipil. Beliau pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the Governing Board of the Partnership for the Governance Reform, suatu upaya bersama Indonesia dan organisasi-organisasi internasional untuk meningkatkan tata kepemerintahan di Indonesia. Beliau adalah juga Ketua Dewan Pembina di Brighten Institute, sebuah lembaga kajian tentang teori dan praktik kebijakan pembangunan nasional.

Presiden Yudhoyono adalah seorang penggemar baca dengan koleksi belasan ribu buku, dan telah menulis sejumlah buku dan artikel seperti: Transforming Indonesia: Selected International Speeches (2005), Peace deal with Aceh is just a beginning (2005), The Making of a Hero (2005), Revitalization of the Indonesian Economy: Business, Politics and Good Governance (2002), dan Coping with the Crisis - Securing the Reform (1999). Ada pula Taman Kehidupan, sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004. Presiden Yudhoyono adalah penutur fasih bahasa Inggris.

Presiden Yudhoyono adalah seorang Muslim yang taat. Beliau menikah dengan Ibu Ani Herrawati dan mereka dikaruniai dengan dua anak lelaki. Pertama adalah Letnan Satu Agus Harimurti Yudhoyono, lulusan terbaik Akademi Militer tahun 2000 yang sekarang bertugas di satuan elit Batalyon Lintas Udara 305 Kostrad. Putra kedua, Edhie Baskoro Yudhoyono, mendapat gelar bidang Ekonomi dari Curtin University, Australia.

Profile Ketua MPR RI (2004-2009)


Hidayat Nur Wahid

Ketua MPR
Sedang Menjabat
Mulai menjabat
2004
Pendahulu Amien Rais

Lahir 8 April 1960 (umur 48)
Klaten, Jawa Tengah
Partai politik PKS
Suami/Istri * Hj. Kastian Indriawati (alm)

Dr. Haji Muhammad Hidayat Nur Wahid, M.A. (lahir di Klaten, Jawa Tengah pada 8 April 1960) adalah Ketua MPR Indonesia untuk periode 2004-2009 dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera dari 21 Mei 2000 hingga 11 Oktober 2004.

Hidayat Nur Wahid menjadi Ketua MPR RI periode 2004-2009 setelah mengalahkan saingannya — Sucipto - dengan selisih dua angka yang diusung Koalisi Kebangsaan.

Dari pernikahannya dengan Almarhum Hj. Kastian Indriawati, Hidayat mempunyai empat anak: Inayatu Dzil Izzati, Ruzaina, Alla Khairi, dan Hubaib Shidiqi. Setelah istri pertamanya tersebut wafat, Hidayat Nur Wahid menikahi seorang janda dr. Diana Abbas Thalib pada tanggal 11 Mei 2008 di TMII.

Ketua DPR RI Agung Laksono( 2004-2009)

Agung Laksono

Ketua DPR-RI
Sedang Menjabat
Mulai menjabat
2004
Pendahulu Akbar Tanjung

Lahir 23 Maret 1949 (umur 59)
Semarang, Jawa Tengah
Partai politik Golkar

H.R. Agung Laksono (lahir di Semarang[Semarang yang mana?], Jawa Tengah, 23 Maret 1949; umur 59 tahun) adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia) untuk masa jabatan 2004-2009. Dalam Munas Partai Golkar pada tahun 2004, ia terpilih sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar.

Setelah menamatkan pendidikan dasar dan menengah, ia melanjutkan studi di Universitas Kristen Indonesia di Fakultas Kedokteran dan lulus pada tahun 1972. Periode 1983-1986, ia menjabat Ketua Umum BPP HIPMI dan Ketua Umum DPP AMPI (1984-1989). Periode 1990-1995, ia menjabat Sekretaris Jenderal PPK Kosgoro dan Ketua Umum PPK Kosgoro 1957 (sejak tahun 2000).

Periode 1993-1998, ia menjabat Direktur Utama PT Cakrawala Andalas Televisi/anteve dan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga pada Kabinet Pembangunan VII (1998) dalam pemerintahan Presiden Suharto. Jabatan di kementerian olahraga berlanjut pada periode 1998-1999 meskipun nama kabinet diubah menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan. Periode 1999-2004, ia tampil sebagai anggota DPR-RI. Ia kemudian menggantikan jabatan Akbar Tandjung sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Kamis, 12 Februari 2009

AGAMA DI SISI ALLAH

Sepanjang sejarah, Allah telah mengutus para rasul-Nya kepada umat manusia. Para rasul Allah menyeru seluruh umat manusia kepada jalan yang benar dan menyampaikan kepada mereka ajaran-ajarannya. Tetapi pada saat ini, ada suatu keyakinan yang berkembang bahwa apa yang diwahyukan melalui para rasul kepada manusia merupakan agama yang berbeda. Hal ini merupakan pendapat yang keliru. Agama yang diwahyukan Allah kepada manusia di masa yang berbeda adalah sama. Misalnya, Yesus (as) telah menghapus beberapa larangan yang dibawa oleh agama sebelumnya. Walaupun demikian, tidak ada perbedaan yang berarti dalam ajaran agama-agama yang diwahyukan Allah. Apa yang telah diwahyukan kepada para rasul sebelumnya, kepada Musa (as), Yesus (as) dan kepada rasul terakhir Muhammad (saw) pada dasarnya sama:

Katakanlah, " Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim (Abraham), Isma�il (Ishmael) dan Ishaq (Isaac) dan Ya'qub (Jacob) dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa (Moses) dan Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka..." (Surat Ali Imran: 84-85)

Sebagaimana tertulis dalam ayat tersebut, agama yang benar yang diturunkan untuk manusia adalah Islam. Apa yang kita pahami dari Al-Qur'an adalah bahwa seluruh rasul menyeru umatnya kepada jalan yang sama. Allah menggambarkan fakta ini dalam ayat-Nya:

Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat terang bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kapadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali kepada-Nya." (Surat asy-Syu'araa': 13)

Allah telah mengutus para rasul-Nya untuk menyampaikan agama ini, satu-satunya agama yang Dia ridhai, kepada seluruh umat manusia dan kemudian memberikan peringatan kepada mereka. Setiap orang, kepada mereka yang Allah utus dan kepada siapa pun yang kemudian diserukan agama ini, mendapatkan beban untuk mengikutinya.

Meskipun demikian, beberapa kelompok masyarakat ada yang menerima ajaran tersebut, namun ada juga yang menolaknya. Sebaliknya, pada beberapa kelompok masyarakat, agama yang benar tersebut diselewengkan menjadi ajaran yang sesat setelah kematian rasul mereka.

Salah satu dari kelompok masyarakat yang tersesat dari agama yang benar adalah Bani Israel. Sebagaimana yang diinformasikan dalam Al-Qur'an, Allah telah mengutus banyak rasul kepada Bani Israel; mereka telah menyampaikan agama yang benar. Akan tetapi, setiap masa mereka menentang seorang rasul atau setelah kematian rasul tersebut, mereka mentransformasikan agama yang benar tersebut menjadi suatu ajaran yang sesat. Selain itu, dari Al-Qur'an, kita mengetahui bahwa bahkan saat Musa (as) masih hidup pun, Bani Israel menyembah sapi betina yang terbuat dari emas selama masa ketidakhadirannya yang sebentar saja (lihat surat Thaahaa: 83-94). Setelah Nabi Musa (as) tiada, Allah mengutus beberapa nabi lainnya kepada Bani Israel untuk memberikan peringatan kepada mereka dan yang terakhir dari para nabi yang diutus itu adalah Yesus (Isa) (as).

Seumur hidupnya, Yesus (as) menyeru umatnya untuk hidup dengan agama yang diturunkan Allah dan mengingatkan mereka untuk menjadi hamba Allah yang benar. Dia memerintahkan mereka dengan ajaran yang ada di dalam Injil � wahyu yang diturunkan kepadanya yang sebagian dari ajaran tersebut masih ada dalam kitab Injil dewasa ini. Kitab tersebut membenarkan ajaran-ajaran Taurat � wahyu yang diturunkan kepada Musa (as) yang sebagian ajarannya masih ada dalam Taurat atau Perjanjian Lama yang kemudian diselewengkan. Mengkritisi ajaran-ajaran yang tidak benar dari para rabi yang bertanggung jawab atas kemrosotan agama yang benar, Yesus (as) telah menghapus aturan-aturan yang dibuat oleh para rabi itu, yang melaluinya, mereka mendapatkan keuntungan secara personal. Dia menyeru kepada Bani Israel untuk mengesakan Allah, kebenaran yang hakiki, dan berakhlak luhur, sebagaimana firman Allah:

Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.
(Surat Ali Imran: 50)

Setelah Yesus (as), Allah mengutus seorang rasul lain yang berasal dari suatu suku yang berbeda agar melalui rasul-Nya ini, Allah dapat menurunkan wahyu berupa agama yang asli ke dunia dan Dia membekalinya dengan sebuah kitab suci. Rasul itu adalah Nabi Muhammad (saw) dan kitab tersebut adalah Al-Qur'an, satu-satunya wahyu yang tidak diubah.

Al-Qur'an diperuntukkan bagi seluruh umat manusia di dunia. Seluruh umat manusia di semua masa akan mendapatkan kewajiban beriman terhadap kitab ini karena mereka diperintahkan untuk mengikuti ajaran Islam. Mereka akan diadili berdasarkan Al-Qur'an pada hari perhitungan. Pada masa kita khususnya, seluruh bangsa di dunia secara esensi disatukan dan hampir menjadi seperti suatu suku yang satu; terima kasih kepada penerobosan di bidang teknologi. Seorang akademisi menunjukkan bahwa dunia dewasa ini sebagai global village (desa buana). Karena itu, hanya ada sebagian kecil manusia di dunia ini yang tidak menyadari keberadaan Al-Qur'an dan yang oleh karenanya pula belum mendapatkan informasi tentang Islam. Walaupun demikian, ada suatu bagian tertentu dari umat manusia yang mempunyai keyakinan pada Al-Qur'an. Di antara mereka ada yang telah beriman, namun kebanyakan dari mereka tidak hidup berdasarkan ajaran-ajaran yang disebutkan dalam Al-Qur'an.

Kita berharap bahwa Yesus (as) akan kembali ke bumi dan menyeru umat manusia kepada jalan yang benar. Allah memberikan kabar gembira tentang masalah ini dalam Al-Qur'an. Sebagaimana yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya dalam situs ini, Yesus (as) telah diangkat ke haribaan Allah dan tidak wafat dalam arti fisik. Setelah beberapa masa, dia akan kembali dan menjadikan Islam menang di muka bumi. Upaya terbaik yang dapat dilakukan, baik oleh umat Nasrani maupun umat Islam dunia adalah mempersiapkan diri untuk bertemu dengan tamu yang diberkati ini dan tidak mengulangi melakukan perlawanan terhadapnya seperti di masa silam.